SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO)

SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO) :
HADIR DI INDONESIA UNTUK MEMBERIKAN INFORMASI DAN SOLUSI PERPAJAKAN BAGI SELURUH LAPISAN MASYARAKAT

Kamis, 11 Agustus 2011

SOPINDO AGUSTUS 2011 : TANYA JAWAB SOPINDO

Kepada YTH,
 
Saya mau tanya tentang "HARTA HIBAH KELUARGA SEDARAH GARIS KETURUNAN LURUS SATU DERAJAT ADALAH OBJEK PPH DILIHAT DARI ASPEK HUBUNGAN USAHA, PEKERJAAN & KEPEMILIKAN"
Kasusnya:
 
PT ABC terdiri dari Tuan X (Komisaris) 60%,  Tuan Y(Direktur) 5%,  dan Tuan Z (35%).
Tuan Y anak kandung dari Tuan X
Tuan Y tdk mau meneruskan bisnis PT X dan dia menghibahkan sahamnya kepada Tuan X.
Apakah hibah atas saham tersebut menjadi object kena pajak?
 
Terima Kasih.
 
Pembaca Sopindo
 
SOPINDO :
Yth Pembaca setia Sopindo

Salam hormat dan maaf atas keterlambatan respon dari kami.
Mengenai masalah hibah saham ini, sebelumnya kami ingin tegaskan di sini bahwa saham yang dihibahkan oleh Tuan X ke anak kandingnya yakni Tuan Y adalah saham PT. X, bkn PT. ABC. Kalau memang seperti itu faktanya, disini kami dapat sampaikan bahwa:
1. Hubungan pekerjaan & kepemilikan antara Tuan X dan Tuan Y hanya jelas terlihat di PT. ABC dimana Tuan X dan Tuan Y ada hubungan pekerjaan yakni sbg komisaris dan direktur dan juga ada hubungan kepemilikan yakni sama2 memiliki saham PT. ABC.
(asumsi: untuk info PT. X tidak ada hubungan pekerjaan maupun kepemilikan krn tidak disampaikan)
2. Penegasan dari Direktorat Jenderal Pajak sampai saat ini hanya mengatur hubungan usaha pekerjaan dan kepemilikan dalam 1 perusahaan dan belum berani dengan tegas mengatur hubungan dalam perusahaan afiliasi atau anak perusahaan.
(Dalam tulisan saya, dikemukakan adanya pendapat akan perlunya penegasan dari DJP utk hubungan tidak hanya dlm 1 perusahaan tp antar perusahaan, dg tujuan hanya sebagai bahan kajian ilmiah utk kasus hibah saham, krn hubungan usaha pekerjaan dan kepemilikan juga pasti ada di antara perusahaan afiliasi dikaitkan dengan aturan perpajakan mengenai Hubungan Istimewa)
3. Oleh karena itu, apabila Tuan X menghibahkan saham yg dimiliki di PT. X (bkn di PT. ABC) ke Tuan Y, maka kasus tersebut belum dapat dikatagorikan hibah yang merupakan objek Pajak Penghasilan.
4. Namun apabila Tuan X menghibahkan saham yg dimiliki nya di PT. ABC ke Tuan Y, baru dapat dikatagorikan hibah yang merupakan objek Pajak Penghasilan.

Demikian penjelasan dari kami, semoga dapat memberikan solusi dan bermanfaat dalam menyelesaikan kasus hibah yang Bpk. Carlie tanyakan.
Sukses selalu dan kami harapkan hubungan ini terus berlanjut untuk kemajuan kita bersama dalam hal perpajakan.
Terima kasih.

Hormat kami,
 

SOPINDO AGUSTUS 2011 : TANYA JAWAB SOPINDO

Yth, SOPINDO
Baru saja saya membaca blog yang Bapak tulis. Terimakasih untuk tulisannya.
Dalam kesempatan ini, saya juga ingin minta solusi mengenai permasalahan yang sedang dihadapi,sbb :
Nama saya, Tn. ABC 80 tahun. Memiliki NPWP, tetapi karena sudah pensiun, saya sudah tidak melapor SPT lagi.Saya memberikan uang sebesar 300 juta rupiah untuk cucu saya, Sdr. XYZ umur 19 tahun untuk membeli sebuah rumah. Rumah tersebut dibeli secara tunai sebesar 260 juta.
Pertanyaan :
1. Untuk membeli rumah persyaratannya harus mempunyai NPWP, padahal cucu saya masih kuliah dan belum bekerja.Apakah harus tetap membuat NPWP ? (kalau ya, pekerjaannya harus diisi ....... apa ?) Bagaimana untuk selanjutnya pelaporan SPT ? Apa perlu ?
2. Apakah pemberian uang sebesar 300 juta rupiah dari saya ke cucu saya harus dibuatkan surat / akte hibah, atau hadiah ?  (supaya jelas kalau sewaktu-waktu ada pemeriksaan pajak)
Demikian pertanyaan kami.
Terima kasih untuk solusinya.
Pembaca Sopindo

SOPINDO:
Yth. Pembaca Setia Sopindo

Terima kasih atas kunjungannya ke blog saya dan mohon maaf baru bisa balas email Bapak.
Untuk kasus yang Bapak tanyakan, dapat saya jelaskan bahwa:
1. Dalam dokumen Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan memang diwajibkan mengisi data NPWP dan ini pertimbangannya bahwa setiap Wajib pajak yang membeli property telah dianggap memperoleh penghasilan. Untuk ketentuan umum yang wajib NPWP adalah Wajib Pajak yang telah memperoleh penghasilan lebih dari Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yakni utk diri sendiri (belum nikah) Rp 15.840.000,- Dalam hal ini, cucu Bpk dikatagorikan memperoleh penghasilan melebihi PTKP sehingga secara tidak langsung wajib NPWP. Nah, utk pekerjaan, yang sedikit membingungkan, sehubungan masih status mahasiswa dan yg ada di ketentuan hanya kelompok pengawai negeri, TNI/Polri, pengawai BUMN/BUMD, pegawai swasta, namun dlm kode klasifikasi lapangan usaha utk cucu Bpk mungkin bs dimasukkan ke 95005 yaitu keterangannya: pegawai lepas lainnya yakni mencakup kegiatan perorangan yang memberikan jasa dan tidak termasuk dalam kelompok pegawai di atas.
Untuk pelaporan SPT, kalo dia sudah memiliki NPWP maka konsekuensinya wajib melaksanakan pelaporan SPT, termasuk kewajiban untuk Bapak sendiri, sebenarnya masih wajib lapor SPT biarpun telah pensiun krn masih memperoleh penghasilan berupa uang pensiun, misnya.
2. Untuk pemberian uang dari Bapak ke cucu dalam rangka pembelian rumah, ini sesuai ketentuan dikatagorikan hibah yang merupakan objek pajak (PPh) yakni bagi cucu Bpk ini merupakan penghasilan. Ketentuannya yg bukan objek pajak adalah hibah dari keluarga sedarah garis keturunan lurus 1 derajat yakni dari bapak kandung ke anak kandung, atau sebaliknya dari anak ke bapak kandung. Sedangkan kasus Bpk, hibah itu langsung dari Bapak (kakek) ke cucu bapak (bkn ke anak Bpk) yang tidak masuk ketentuan bukan objek pajak. Ini juga salah satu kriteria cucu Bpk wajib NPWP, karena dianggap dapat penghasilan berupa hibah dari kakeknya. Sebenarnya hal ini bisa diakalin, misalnya dibuatkan akta hibah dari bapak ke anak bpk terlebih dahulu, baru dibuatkan kembali akta hibah dari anak bapak (bpk kandung cucu) ke cucu Bpk.

Demikian penjelasan saya, semoga bermanfaat. Sekali lg mohon maaf atas keterlambatan respon emailnya.

Salam,

SOPINDO

www.solusipajak-info-guide.blogspot.com

SOPINDO AGUSTUS 2011 : TANYA JAWAB SOPINDO

Dear Sopindo,

Mohon Koreksi SPT Masa 1111 DM; Keterangan Wajib Pajak tersebut mengunakan Norma Perhitungan dalam SPT Tahunan 2010 dan 2011 nya,....
Usaha Dagang ATK; PKP melayani bendahara pemunggut PPN ( PPN sudah disetor dan diberikan SSP lampiran 3)- dan Pembeli Umum....Bagaimanakah perlakuan tata cara pengisian SPT masa 1111 DM yang benar,
apabila pembelian pemunggut digabung dengan total pembelian oleh pembeli umum.....

Data terlampir pada email ini....
Thank You,

Pembaca

SOPINDO :
Yth. Pembaca Setia Sopindo

Seperti yang saya utarakan sebelumnya bahwa konsep pengkreditan pajak masukan untuk usaha dengan omzet tertentu itu terkesan final yakni dari seluruh penjualan dianggap ada Pajak Keluarannya dan disetor ke kas negara oleh PKP sendiri sebesar neto 3%.
Hal ini jangan sampe membuat bingung dg adanya pajak yg disetor oleh pemungut PPN atau PPN yang kita pungut dr pembeli umum. Pajak ini merupakan pajak yang harus disetor oleh PKP maupun pemungut (pajak Keluaran) dan bukan pajak yang berfungsi sebagai kredit pajak (Pajak Masukan) yg bisa membuat kondisi Lebih Bayar.
Begitu PKP menggunakan metode pengkreditan ini, berarti harus menerima konsekuensi kurang bayar, kecuali ada kesalahan dalam pembayaran kurang bayar tersebut sehingga bisa lebih bayar.
Masalah lebih bayar utk kondisi normal tidak akan terjadi di metode ini.

Jika kita lihat dalam pembukuan, Pajak yang dipungut dan disetor oleh pemungut tidak akan berpengaruh krn dibukukan tanpa ppn, sedangkan pajak yg kita pungut dr pembeli biasa akan kita bukukan pada sisi kredit. Dalam pembukuan juga kita pasti akan membukukan pajak yg telah kita bayar ke PKP penjual dr apa yg selama ini kita beli. Dan (dlm pembukuan saja) apabila total pajak yg kita pungut alias PK, kita sandingkan dg pajak yg kita bayar ke penjual (PM), PK tersebut lebih besar dr PM yg kita bayar, atas kelebihan itu kita bisa anggap sebagai penghasilan lain-lain. Mis. Total penjualan 150jt dg total PK yg kita pungut dr pembeli 10jt (tidak termasuk PK dr pemungut 5jt), total PM yg kita bayar 5jt, terus pake metode ini harus setor PKnya ke kas negara (30% X 10jt) 3jt, maka akan ada kelebihan pajak yg kita pungut (PK) sebesar 2Jt (10jt-5jt-3jt) dan ini bisa kita akui sbg penghasilan.

Jadi kalo dilihat dari kasus Bpk, total penjualan ke pemungut ditambah ke pembeli umum dimasukkan dalam SPT baik di lampiran 1111 A DM maupun induk 1111 DM.
Sebagai tambahan informasi:
Transaksi penjualan ke pemungut paling banyak 1jt (PPN 100rb) menggunakan mekanisme pemungutan biasa yakni PPN dipungut oleh PKP sendiri dan untuk traksaksi ke pembeli umum tetap menerbitkan Faktur Pajak namun data pembeli boleh tidak dicantumkan. Jadi data pembeli umum juga mesti dilaporkan di lampiran 1111 A DM krn ada Faktur Pajaknya.

Demikian penjelasan dari saya, semoga bermanfaat dan terima kasih telah mengunjungi blog SOPINDO.


Salam,

SOPINDO
www.solusipajak-info-guide.blogspot.com

Senin, 08 Agustus 2011

SOPINDO AGUSTUS 2011 : PERENCANAAN PAJAK UNTUK ORANG PRIBADI

NANTIKAN.....
PENERBITAN ARTIKEL
TAX PLANNING FOR INDIVIDUAL TAXPAYERS
(PERENCANAAN PAJAK UNTUK ORANG PRIBADI)

BERGUNA UNTUK BAHAN ANALISA DALAM PELAKSANAAN PERPAJAKAN KITA SEBAGAI WAJIB PAJAK KEPADA NEGARA DALAM KORIDOR PERATURAN PERPAJAKAN YANG BERLAKU.