SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO)

SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO) :
HADIR DI INDONESIA UNTUK MEMBERIKAN INFORMASI DAN SOLUSI PERPAJAKAN BAGI SELURUH LAPISAN MASYARAKAT

Rabu, 28 September 2011

Transaksi Keuangan Dipajaki

Yth. Bapak/Ibu SOPINDO,

telah mengirimkan sebuah link berita dari Kompas.Com :

Judul : Transaksi Keuangan Dipajaki

STRASBOURG, KOMPAS.com — Para penentu kebijakan di Uni Eropa mengusulkan
pajak atas transaksi keuangan. Pemajakan ini diperkirakan akan memberikan
kontribusi pada penerimaan Uni Eropa dan negara-negara anggotanya sebesar 57
miliar euro per tahun.Namun, usul ini mendapatkan tantangan dari kalangan
perbankan yang menyebutnya sebagai langkah yang tidak masuk akal dan akan
memperlambat pertumbuhan ekonomi sekitar 1,76 persen dalam jangka
panjang.Para eks ...

Berita Selengkapnya :
http://www1.kompas.com/read/xml/2011/09/29/07523413/Transaksi.Keuangan.Dipajaki

Pesan :

Minggu, 25 September 2011

Ditjen Pajak Incar Pelaku Bisnis dan Orang Kaya


JAKARTA, KOMPAS.com - Terhitung mulai Jumat (30/9/2011) pekan depan,
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan mulai menggelar sensus pajak
nasional. Pencacahan pajak akan berlangsung selama tiga bulan ke depan.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Fatimah Azzahra
mengatakan, sensus pajak melibatkan pemerintah daerah, Badan Pusat Statistik
(BPS), serta aparat kepolisian. Sedangkan jumlah petugas yang diterjunkan
untuk melakukan sensus sebanyak 5.980 oran ...
Berita Selengkapnya :
http://www1.kompas.com/read/xml/2011/09/25/15573691/Ditjen.Pajak.Incar.Pelaku.Bisnis.dan.Orang.Kaya

Kamis, 15 September 2011

SOPINDO SEPTEMBER 2011 : TANYA JAWAB PAJAK

Dengan hormat,
Terkait dengan adanya rencana isteri Bp AW (Ibu LN) akan melakukan hibah kepada ibunya (Ibu GN) maka ada beberapa hal yang perlu saya minta penjelasan dari SOPINDO, yaitu :
1. Ibu GN (status Janda) belum mempunyai NPWP dan sudah  berumur > 70 tahun, apakah perlu membuat NPWP sendiri mengingat tidak ada penghasilan lain kecuali bunga deposito ?
2. Karena Ibu LN masih satu NPWP dengan Pak AW, dalam Surat Keterangan Bebas dicantumkan nama siapa ? Pemilik sertifikat atau nama sesuai NPWP ?
3. Untuk mengajukan Surat Keterangan Bebas PPh apa saja yang perlu dilampirkan (sesuai PER - 30/PJ/2009 lampiran I ) ? kami sudah siap dengan copy sertifikat dan copy PBB 2011
Terima kasih atas bantu Bapak.
SOPINDO :
Yth. Pembaca SOPINDO

Maaf sebelumnya baru saya bisa membalas emailnya sehub persiapan mau pindah unit kerja.
Terkait masalah yg pak AW tanyakan, dapat dijelaskan sbb:
1. Untuk Ibu GN (penerima hibah) memang perlu berNPWP sehubungan dengan transaksi di atas 60jt (saya lupa peraturannya)
2. Untuk Ibu LN semestinya ada mekanisme NPWP keluarga pak. mungkin bisa didaftarkan dulu kalo belum.
3. Persyaratan SKB sesuai per-30 ,memang hanya melampirkan KK, SPPT PBB, Pernyataan Hibah, tapi untuk memastikan ketentuan keluarga sedarah garis keturunan lurus 1 derajat, kadang2 diminta dokumen pendukung mis. FC KTP masing2, Akte kelahiran maupun akte perkawinan dan akte hibah nila perlu.

Demikian penjelasan saya, semoga bermanfaat dan akhir kata, saya mengucapkan terima kasih atas kerjasama yg baik dg Pak AW selama ini krn sejak tgl 8 Sep besok sy sudah dilantik menjadi Widyaiswara di Balai Diklat Denpasar dan tgl 12 sudah harus bertugas di sana.
Saya sangat mengharapkan hubungan akan terus berlanjut dan salam sukses selalu.

Salam,
I Ketut Suastika
SOPINDO
www.solusipajak-info-guide.blogspot.com

Rabu, 14 September 2011

SOPINDO SEPTEMBER 2011 : PTKP DAN KEMUNGKINAN PERUBAHANNYA


I.      PENDAHULUAN

Pada awal tahun ini, tepatnya pada tanggal 1 Mei 2011, diperingati hari buruh sedunia dan sempat muncul wacana adanya perubahan regulasi perpajakan untuk kaum pekerja atau karyawan utamanya kaum buruh. Maksud dari wacana perubahan regulasi perpajakan ini adalah agar beban pajak yang ditanggung oleh kaum pekerja menjadi ringan dan wajar sesuai beban hidup mereka. Hal utama dalam wacana perubahan regulasi perpajakan tersebut mengacu pada adanya tuntutan perubahan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dirasa sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi ekonomi khususnya beban harga kebutuhan pokok yang sudah mengalami peningkatan. Dilatarbelakangi hal tersebut, pada kesempatan ini penulis mencoba mengupas mengenai pengenaan PTKP ini dan kemungkinan perubahannya agar masyarakat sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi dapat memahami PTKP tersebut lebih jelas dan secara umum dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan lebih baik.
Pembahasan ini akan diuraikan secara mendalam dari pemahaman filosofi dan pengertian dasar PTKP sampai pada kemungkinan perubahan besaran PTKP.


II.    FILOSOFI DAN PENGERTIAN DASAR PTKP

Kalau dilihat dari filosofinya, PTKP tersebut merupakan Penghasilan Tidak Kena Pajak dan dibuat sebagai pengurang penghasilan neto WP orang pribadi untuk menghasilkan penghasilan kena pajak, sebelum dikenakan tarif PPh Psl 17 UU PPh. Dan kalau kita analogikan dengan Wajib Pajak Badan yakni sebagai biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka memperoleh penghasilan untuk mempertahankan berjalannya usaha perusahaan, namun berbeda di Wajib Pajak orang pribadi, yakni biaya yang dikeluarkan untuk melangsungkan kehidupan pribadi maupun keluarga. Karena Wajib Pajak orang pribadi tersebut tidak menyelenggarakan pembukuan dan perlu adanya penyeragaman, maka ditetapkanlah adanya PTKP yang berlaku atau penerapannya sama untuk semua Wajib Pajak orang pribadi. Berbeda dengan Wajib Pajak Badan yang masing-masing Wajib Pajak memiliki jumlah biaya yang berbeda sesuai dengan kapasitas aktifitas perusahaan itu sendiri.
Nah, disinilah penekanan PTKP sebagai biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi, sehingga apabila Wajib Pajak orang pribadi tersebut nyata-nyata mengeluarkan biaya untuk kelangsungan kehidupannya lebih besar dari PTKP yang telah ditetapkan, maka dia tidak dapat mengakuinya dalam laporan pajaknya sebagai pengurang penghasilan neto. Biaya yang boleh diakui sacara fiskal oleh Wajib Pajak orang pribadi hanyalah apabila Wajib Pajak tersebut melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas dan menyelenggarakan pembukuan. Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas tanpa menyelenggarakan pembukuan akan dikenakan pajak menggunakan metode norma penghitungan penghasilan neto.
Dari uraian di atas, untuk menghindari adanya kebingungan, terdapat dua istilah yakni pertama, biaya untuk kelangsungan kehidupan yang diistilahkan sebagai PTKP dan kedua, ada pula biaya sehubungan dengan kegiatan usaha/pekerjaan bebas. Untuk biaya yang kedua, hanya sebagai pengurang dari penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha/pekerjaan bebasnya saja (yang menyelenggarakan pembukuan) dan Wajib Pajak ini tetap dapat mengurangkan PTKPnya dengan total penghasilan neto yang diperolehnya kemudian karena secara pribadi juga perlu mengeluarkan biaya untuk kelangsungan kehidupan pribadinya dan keluarganya.
Sebagai contoh ada Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas, melaporkan adanya rugi (dilaporkan dalam penghasilan Dalam Negeri lainnya dengan angka ‘negatif’) dan setelah ditindaklanjuti ternyata rugi tersebut sehubungan dengan Wajib Pajak memberikan modal usaha untuk orang lain tapi tidak jelas pengembaliannya. Hal ini sangat tidak diperkenankan dalam ketentuan perpajakan kita dan yang hanya boleh diakui sebagai “biaya” untuk Wajib Pajak ini hanya PTKPnya saja.


III.   PTKP DAN PERUBAHANNYA

Adapun PTKP selama ini menurut ketentuan yang berlaku, telah mengalami beberapa kali perubahan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.    Dalam UU no. 17 Tahun 2000 pasal 7, ditentukan besarnya PTKP untuk diri sendiri Wajib Pajak orang pribadi adalah sebesar Rp. 2.880.000,- , tambahan untuk Wajib Pajak kawin sebesar Rp. 1.440.000,- , tambahan untuk istri yg berpenghasilan dan digabung dengan suami sebesar Rp. 2.880.000,- dan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak anqkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga sebesar Rp. 1.440.000,-
2.    Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 564/PMK.03/2004 tgl 29 Nopember 2004 dan mulai berlaku di tahun pajak 2005, ditentukan besarnya PTKP untuk diri sendiri Wajib Pajak orang pribadi adalah sebesar Rp. 12.000.000,- , tambahan untuk Wajib Pajak kawin sebesar Rp. 1.200.000,- , tambahan untuk istri yg berpenghasilan dan digabung dengan suami sebesar Rp. 12.000.000,- dan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak anqkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga sebesar Rp. 1.200.000,-
3.    Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 137/PMK.03/2005 tgl 30 Desember 2005 dan mulai berlaku sejak 1 Januari 2006, ditentukan besarnya PTKP untuk diri sendiri Wajib Pajak orang pribadi adalah sebesar Rp. 13.200.000,- , tambahan untuk Wajib Pajak kawin sebesar Rp. 1.200.000,- , tambahan untuk istri yg berpenghasilan dan digabung dengan suami sebesar Rp. 13.200.000,- dan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak anqkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga sebesar Rp. 1.200.000,-
4.    Yang terakhir dalam UU no. 36 Tahun 2008 pasal 7, ditentukan besarnya PTKP untuk diri sendiri Wajib Pajak orang pribadi adalah sebesar Rp. 15.840.000,- , tambahan untuk Wajib Pajak kawin sebesar Rp. 1.320.000,- , tambahan untuk istri yg berpenghasilan dan digabung dengan suami sebesar Rp. 15.840.000,- dan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak anqkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga sebesar Rp. 1.320.000,-

Dalam setiap perubahan ini, selalu dipertimbangkan adanya alasan ketidaksesuaian dengan perkembangan di bidang ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat.


IV.  APAKAH MUNGKIN BERUBAH?

Berdasarkan pembahasan PTKP secara filosofi dan perkembangan perubahannya dan disandingkan pula dengan adanya tutuntan beberapa elemen masyarakat, dapat disimpulkan bahwa perubahan PTKP selanjutnya dapat dilakukan. Namun disini diperlukan banyak pertimbangan disamping memang secara nyata misalnya kebutuhan pokok kita semakin naik harganya dan semakin meningkat. Apabila dilakukan perubahan yakni menambah jumlah PTKP, yang sangat jelas pengaruhnya yakni adanya pengaruh penurunan penerimaan pajak khususnya disektor PPh orang pribadi. Pengaruh positif juga bisa diperoleh misalnya apabila PTKP dinaikkan, akan mengurangi pembayaran pajak orang pribadi dan otomatis akan menambah penghasilan yang dibawa pulang (take home pay) yang secara tidak langsung akan menaikkan daya beli orang pribadi secara khusus dan masyarakat pada umumnya dan akan mempengaruhi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai bergerak meningkat. Disinilah peran pemerintah dalam menentukan kebijakan fiskal sangat besar dan kita hanya berharap penentu kebijakan kita dapat mengambil keputusan yang baik, adil dan bermanfaat bagi khalayak masyarakat umum.
Dan secara prosedural hukum diatur bahwa penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Demikianlah pembahasan mengenai studi kasus PTKP dan kemungkinan perubahannya, semoga dapat bermanfaat bagi pemahaman perpajakan kita dan bagi para akademisi atau pemerhati perpajakan dapat memberikan tanggapan disertai analisa yang kuat sebagai bahan pendukung dalam perubahan PTKP ini. Akhir kata, Penulis mengharapkan masyarakat maupun petugas pajak dapat memahami dasar hukum dan filosofi mengenai PTKP dan mampu menerapkan dalam pengisian untuk pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dengan benar.