I.
PENDAHULUAN
Pada awal tahun ini, tepatnya pada tanggal 1 Mei 2011, diperingati hari buruh sedunia dan
sempat muncul wacana adanya perubahan regulasi perpajakan untuk kaum pekerja
atau karyawan utamanya kaum buruh. Maksud dari wacana perubahan regulasi
perpajakan ini adalah agar beban pajak yang ditanggung oleh kaum pekerja
menjadi ringan dan wajar sesuai beban hidup mereka. Hal utama dalam wacana
perubahan regulasi perpajakan tersebut mengacu pada adanya tuntutan perubahan
besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dirasa sudah tidak sesuai lagi
dengan kondisi ekonomi khususnya beban harga kebutuhan pokok yang sudah
mengalami peningkatan. Dilatarbelakangi hal tersebut, pada kesempatan ini
penulis mencoba mengupas mengenai pengenaan PTKP ini dan kemungkinan
perubahannya agar masyarakat sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi dapat memahami
PTKP tersebut lebih jelas dan secara umum dapat melaksanakan kewajiban
perpajakannya dengan lebih baik.
Pembahasan
ini akan diuraikan secara mendalam dari pemahaman filosofi dan pengertian dasar
PTKP sampai pada kemungkinan perubahan besaran PTKP.
II.
FILOSOFI
DAN PENGERTIAN DASAR PTKP
Kalau dilihat dari filosofinya, PTKP tersebut merupakan Penghasilan Tidak
Kena Pajak dan dibuat sebagai pengurang penghasilan neto WP orang pribadi untuk
menghasilkan penghasilan kena pajak, sebelum dikenakan tarif PPh Psl 17 UU PPh.
Dan kalau kita analogikan dengan Wajib Pajak Badan yakni sebagai biaya-biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka memperoleh penghasilan untuk
mempertahankan berjalannya usaha perusahaan, namun berbeda di Wajib Pajak orang
pribadi, yakni biaya yang dikeluarkan untuk melangsungkan kehidupan pribadi
maupun keluarga. Karena Wajib Pajak orang pribadi tersebut tidak
menyelenggarakan pembukuan dan perlu adanya penyeragaman, maka ditetapkanlah
adanya PTKP yang berlaku atau penerapannya sama untuk semua Wajib Pajak orang
pribadi. Berbeda dengan Wajib Pajak Badan yang masing-masing Wajib Pajak
memiliki jumlah biaya yang berbeda sesuai dengan kapasitas aktifitas perusahaan
itu sendiri.
Nah, disinilah penekanan PTKP sebagai biaya yang dikeluarkan oleh Wajib
Pajak orang pribadi, sehingga apabila Wajib Pajak orang pribadi tersebut
nyata-nyata mengeluarkan biaya untuk kelangsungan kehidupannya lebih besar dari
PTKP yang telah ditetapkan, maka dia tidak dapat mengakuinya dalam laporan
pajaknya sebagai pengurang penghasilan neto. Biaya yang boleh diakui sacara fiskal
oleh Wajib Pajak orang pribadi hanyalah apabila Wajib Pajak tersebut melakukan
kegiatan usaha/pekerjaan bebas dan menyelenggarakan pembukuan. Untuk Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas tanpa
menyelenggarakan pembukuan akan dikenakan pajak menggunakan metode norma
penghitungan penghasilan neto.
Dari uraian di atas, untuk menghindari adanya kebingungan, terdapat dua
istilah yakni pertama, biaya untuk kelangsungan kehidupan yang diistilahkan
sebagai PTKP dan kedua, ada pula biaya sehubungan dengan kegiatan
usaha/pekerjaan bebas. Untuk biaya yang kedua, hanya sebagai pengurang dari
penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha/pekerjaan bebasnya saja (yang
menyelenggarakan pembukuan) dan Wajib Pajak ini tetap dapat mengurangkan
PTKPnya dengan total penghasilan neto yang diperolehnya kemudian karena secara
pribadi juga perlu mengeluarkan biaya untuk kelangsungan kehidupan pribadinya
dan keluarganya.
Sebagai contoh ada Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha/pekerjaan bebas, melaporkan adanya rugi (dilaporkan dalam
penghasilan Dalam Negeri lainnya dengan angka ‘negatif’) dan setelah
ditindaklanjuti ternyata rugi tersebut sehubungan dengan Wajib Pajak memberikan
modal usaha untuk orang lain tapi tidak jelas pengembaliannya. Hal ini sangat
tidak diperkenankan dalam ketentuan perpajakan kita dan yang hanya boleh diakui
sebagai “biaya” untuk Wajib Pajak ini hanya PTKPnya saja.
III.
PTKP DAN
PERUBAHANNYA
Adapun PTKP selama ini menurut ketentuan yang berlaku, telah mengalami
beberapa kali perubahan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Dalam UU no. 17 Tahun 2000 pasal 7, ditentukan besarnya PTKP untuk
diri sendiri Wajib Pajak orang pribadi adalah sebesar Rp. 2.880.000,- ,
tambahan untuk Wajib Pajak kawin sebesar Rp. 1.440.000,- , tambahan untuk istri
yg berpenghasilan dan digabung dengan suami sebesar Rp. 2.880.000,- dan
tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak anqkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga sebesar Rp. 1.440.000,-
2. Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 564/PMK.03/2004 tgl 29 Nopember 2004
dan mulai berlaku di tahun pajak 2005, ditentukan besarnya PTKP untuk diri
sendiri Wajib Pajak orang pribadi adalah sebesar Rp. 12.000.000,- , tambahan
untuk Wajib Pajak kawin sebesar Rp. 1.200.000,- , tambahan untuk istri yg
berpenghasilan dan digabung dengan suami sebesar Rp. 12.000.000,- dan tambahan
untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak anqkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga sebesar Rp. 1.200.000,-
3. Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 137/PMK.03/2005 tgl 30 Desember 2005
dan mulai berlaku sejak 1 Januari 2006, ditentukan besarnya PTKP untuk diri
sendiri Wajib Pajak orang pribadi adalah sebesar Rp. 13.200.000,- , tambahan
untuk Wajib Pajak kawin sebesar Rp. 1.200.000,- , tambahan untuk istri yg
berpenghasilan dan digabung dengan suami sebesar Rp. 13.200.000,- dan tambahan
untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak anqkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga sebesar Rp. 1.200.000,-
4. Yang terakhir dalam UU no. 36 Tahun 2008 pasal 7, ditentukan
besarnya PTKP untuk diri sendiri Wajib Pajak orang pribadi adalah sebesar Rp.
15.840.000,- , tambahan untuk Wajib Pajak kawin sebesar Rp. 1.320.000,- ,
tambahan untuk istri yg berpenghasilan dan digabung dengan suami sebesar Rp.
15.840.000,- dan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak anqkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga sebesar Rp.
1.320.000,-
Dalam setiap perubahan ini, selalu dipertimbangkan adanya alasan ketidaksesuaian
dengan perkembangan di bidang ekonomi dan moneter serta perkembangan harga
kebutuhan pokok yang semakin meningkat.
IV. APAKAH MUNGKIN BERUBAH?
Berdasarkan
pembahasan PTKP secara filosofi dan perkembangan perubahannya dan disandingkan
pula dengan adanya tutuntan beberapa elemen masyarakat, dapat disimpulkan bahwa
perubahan PTKP selanjutnya dapat dilakukan. Namun disini diperlukan banyak
pertimbangan disamping memang secara nyata misalnya kebutuhan pokok kita
semakin naik harganya dan semakin meningkat. Apabila dilakukan perubahan yakni
menambah jumlah PTKP, yang sangat jelas pengaruhnya yakni adanya pengaruh
penurunan penerimaan pajak khususnya disektor PPh orang pribadi. Pengaruh
positif juga bisa diperoleh misalnya apabila PTKP dinaikkan, akan mengurangi
pembayaran pajak orang pribadi dan otomatis akan menambah penghasilan yang
dibawa pulang (take home pay) yang secara tidak langsung akan menaikkan daya
beli orang pribadi secara khusus dan masyarakat pada umumnya dan akan
mempengaruhi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai bergerak meningkat. Disinilah
peran pemerintah dalam menentukan kebijakan fiskal sangat besar dan kita hanya
berharap penentu kebijakan kita dapat mengambil keputusan yang baik, adil dan
bermanfaat bagi khalayak masyarakat umum.
Dan secara
prosedural hukum diatur bahwa penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah
dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Demikianlah
pembahasan mengenai studi kasus PTKP dan kemungkinan perubahannya, semoga dapat
bermanfaat bagi pemahaman perpajakan kita dan bagi para akademisi atau
pemerhati perpajakan dapat memberikan tanggapan disertai analisa yang kuat sebagai
bahan pendukung dalam perubahan PTKP ini. Akhir kata, Penulis mengharapkan masyarakat
maupun petugas pajak dapat memahami dasar hukum dan filosofi mengenai PTKP dan
mampu menerapkan dalam pengisian untuk pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
dengan benar.