SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO)

SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO) :
HADIR DI INDONESIA UNTUK MEMBERIKAN INFORMASI DAN SOLUSI PERPAJAKAN BAGI SELURUH LAPISAN MASYARAKAT

Kamis, 24 November 2011

SOPINDO NOPEMBER 2011 : PERENCANAAN PAJAK / TAX PLANNING UNTUK ORANG PRIBADI


Pertama-tama, permohonan maaf Sopindo sampaikan sehubungan baru saat ini dapat menyusun materi tentang tax planning yang sudah dijanjikan sejak lama. Dengan tulisan ini, semoga pembaca Sopindo semakin memahami penerapan pajak untuk diri (orang pribadi) sendiri dan mampu merencanakan perpajakannya dengan benar sesuai ketentuan yang berlaku.

I.      PENDAHULUAN
Seperti kita ketahui bersama bahwa sistem pemungutan pajak di Indonesia menerapkan sistem yang dinamakan ‘Self Assessment’ dimana Wajib Pajak diberi kesempatan untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya yakni menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. Negara dalam hal ini pemerintah, memberi kesempatan pelaksanaan kepatuhan kewajiban perpajakan kepada warga negaranya dan dalam hal tertentu akan dilakukan pengujian kepatuhan tersebut melalui program pemeriksaan (tax audit). Sehubungan dengan hal tersebut dan agar dalam proses pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan tersebut berjalan dengan baik dan mampu meminimallisir tax penalty yang akan dikenakan, maka sangat diperlukan adanya perencanaan pajak yang benar dan tepat.
Adapun tujuan perencanaan pajak (tax planning) adalah Meminimumkan Pembayaran Pajak Namun Tetap Berada Dalam Koridor Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.
Dilatarbelakangi hal tersebut, pada kesempatan ini penulis mencoba mengupas mengenai mekanisme-mekanisme tax planning yang dapat diterapkan khusus untuk orang pribadi dibawah koridor peraturan perpajakan yang berlaku. Pembahasan ini akan diuraikan secara mendalam dari berbagai macam strategi administrasi dan pelaporan pajak disertai analisa tax planningnya.


II.    MEKANISME TAX PLANNING BAGI ORANG PRIBADI
Mekanisme tax planning untuk orang pribadi menurut penulis dapat dibagi dalam beberapa hal yakni :
1.    Strategi Pendaftaran NPWP Suami-Istri
2.    Strategi Mengelola Active Income
3.    Strategi Mengelola Passive Income
4.    Strategi Mengelola Usaha Sendiri dalam bentuk badan usaha
5.    Strategi mekanisme Hibah

1.    Strategi Pendaftaran NPWP Suami-Istri
Sistem pengenaan pajak di Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Namun, dalam hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban pajak tersebut dilakukan secara terpisah
Penulis menggambarkan ada 2 kondisi yang sering diterapkan di masyarakat yakni: 
a.    Istri mempunyai NPWP sendiri
b.    Wanita kawin/ istri, NPWP ikut suami, dimana:
-       Sumber penghasilan istri hanya dari 1 pemberi kerja
-       Sumber penghasilan istri lebih dari 1 pemberi kerja dan/atau punya kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
Analisa tax planning:
Apabila dalam sebuah keluarga dengan kondisi istri hanya bekerja di 1 perusahaan saja dan melihat ketentuan bahwa ikut NPWP suami, penghitungannya dianggap Final, maka untuk mencegah timbulnya kurang bayar akibat penggabungan penghitungan tersebut, alangkah baiknya sang istri ikut NPWP suami dari pada memiliki NPWP sendiri.
Di lain pihak, apabila kondisi sebuah keluarga dimana istri bekerja lebih dari satu perusahaan atau mempunyai kegiatan usaha/pekerjaan bebas, maka istri memiliki NPWP sendiri maupun ikut NPWP suami merupakan opsi yang sama. Namun di masyarakat, untuk istri yang memiliki NPWP sendiri, sering kita temui bahwa keluarga yang tidak mengadakan perjanjian pisah harta dan penghasilan, mengalami kesulitan dalam pelaporan harta di SPT masing-masing dan memang hal itu akan dapat dijelaskan secara detail apabila pencatatan suami maupun istri dilakukan dengan benar, namun alangkah lebih praktisnya apabila pelaporan harta itu digabungkan di dalam 1 SPT melalui mekanisme istri ikut NPWP suami

2.    Strategi Mengelola Active Income
Aktive income di sini dimaksud adalah penghasilan yang diterima oleh Orang Pribadi dalam hubungannya dengan pekerjaannya yakni dia memperoleh gaji, bonus, honor, THR dll.
Kadang kala ditemukan kondisi bahwa Orang Pribadi bekerja dan menerima penghasilan di lebih dari 1 perusahaan sehingga setelah diperhitungkan seluruh penghasilan tersebut dalam SPT tahunan maka akan menimbulkan kurang bayar, meskipun telah dilakukan pemotongan (PPh Psl 21) di masing-masing tempat kerja.
Atau kita pada bagian awal tahun pajak bekerja di Perusahaan A kemudian di akhir tahun pindah kerja ke perusahaan B, ini juga akan menimbulkan tambahan bayar di pelaporan SPT tahunan karena penghasilan dari perusahaan awal (A) tidak diteruskan dalam penghitungan pajak penghasilan di perusahaan akhir (B).
Analisa tax planning:
Apabila kita berkerja di perusahaan-perusahaan yang berkaitan misalnya induk dan anak perusahaan, maka sebaiknya diusahakan penerimaan penghasilan dikumpulkan di 1 perusahaan saja misalnya hanya di induk perusahaan dan ini akan mengurangi timbulnya kurang bayar di pelaporan SPT Tahunan.
Apabila kita pindah bekerja dalam 1 tahun pajak dari perusahaan 1 ke perusahaan yang lain, maka sebaiknya segera setelah pindah, dimintakan bukti potong PPh Psl 21 dari perusahaan awal untuk diberikan ke perusahaan baru dalam rangka penghitungan pajak yang harus dipotong (PPh Psl 21) dan ini akan mengurangi timbulnya kurang bayar di pelaporan SPT Tahunan.

3.    Strategi Mengelola Passive Income
Untuk meningkatkan taraf hidup kita dan keluarga, hasil tabungan/saving dari bekerja (aktive income) dan segala modal (harta) yang dimiliki pastinya harus dimanfaatkan untuk menghasilkan passive income. Di sini sudah sangat terbukti bahwa apabila kita memiliki modal (harta) yang bisa menghasilkan pasive income, kita akan mencapai suatu kemakmuran, yang sering disebut ‘kaya’
Contoh passive income:
a.    Bunga, termasuk bunga deposito dari tabungan/deposito kita  
b.    Sewa harta non tanah bangunan
c.    Sewa harta tanah bangunan
d.    Dividen dari saham yang ditanamkan di suatu perusahaan
e.    Capital gain/keuntungan dari penjualan harta
f.     dll 

Contoh kasus:
a.    Bunga, termasuk bunga deposito
Bunga dari kita meminjamkan uang/modal ke pihak lain akan berimplikasi ke pengenaan tarif pasal 17 orang pribadi dalam pelaporan SPT Tahunan meskipun telah dipotong pph psl 23 oleh pihak pembayar. Sedangkan bunga dari tabungan/deposito, pajaknya dikenakan final 20% tanpa diperhitungkan lagi di penghitungan PPh dalam SPT tahunan.
b.    Sewa harta non tanah bangunan dan harta tanah bangunan
Penghasilan dari sewa dari non tanah bangunan tetap akan diperhitungkan dalam penghitungan PPh SPT Tahunan sedangkan penghasilan dari sewa tanah bangunan dikenakan pajak Final. Pengenaan pajak final akan lebih efektif untuk perencanaan pajak.
c.    Dividen
Bagi pengusaha yang banyak memiliki saham terutama di perusahaan keluarga, sejak tahun 2009 lebih memilih mendapatkan income dari perusahaannya berupa dividen dari pada berupa gaji, karena saat ini pajak atas dividen dikenakan Final 10%.
d.    Capital Gain
Pengusaha yang disebutkan pada kasus dividen, jika ingin menjual sahamnya akan menjual sahamnya ke perusahaan afiliasinya terlebih dahulu (biasanya dengan harga nominal atau harga dibawah pasar), baru kemudian oleh perusahaannya dijual ke pihak lain, untuk menghindari pengenaan PPh tarif Psl 17 dalam SPT Tahunan orang pribadi karena keuntungan akan berpindah dari orang pribadi/pemegang saham ke perusahaan afiliasi yg dimiliki orang pribadi itu juga dan keuntungan yg diperoleh oleh perusahaan afiliasinya tidak serta merta akan langsung dikenakan pajak melainkan akan dikurangi terlebih dahulu dengan biaya-biaya perusahaan. Jadi pengenaan pajaknya tidak akan sebesar keuntungan penjualan saham tersebut.

4.    Strategi Mengelola Usaha Sendiri dalam bentuk badan usaha
Selain menghindari pengenaan tarif yang lebih tinggi, dengan mendirikan perusahaan, para pemegang saham seringkali memanfaatkan perusahaannya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Sering ditemukan adanya pembebanan biaya yang terkait dengan kepentingan pribadi pemegang saham, namun hal itu menjadi suatu hal yang umum, sehingga selain income yang diperoleh dari perusahaan akan tetap bersih tanpa dikurangi biaya hidup yang telah dibebankan ke perusahaan, dari pajak perusahaan juga akan terkoreksi lebih rendah. Namun itu menjadi resiko yang diambil oleh pemegang saham, yang apabila diperiksa oleh Kantor Pajak maka akan ada koreksi tambahan bayar baik di perusahaan maupun di pajak pribadinya (dianggap dividen terselubung). Namun hal itu kemungkinan kecil terjadi, apabila kondisi pajak perusahaan diatur sedemikian rupa sehingga tidak rugi dan lebih bayar yang pastinya menjadi prioritas utama untuk diperiksa oleh Kantor Pajak.
Begitu juga apabila ada orang pribadi yang mempunyai keahlian (sebagai tenaga ahli) misalnya konsultan, sering mendirikan perusahaan untuk melaksanakan aktivitas usahanya, namun perlu juga dibuat strategi misalnya untuk pendapatan yang berasal dari pembeli jasa yang tidak ingin dipungut PPNnya maka sebaiknya dialihkan menjadi pendapatan pribadinya bukan pendapatan perusahaan dan dilaporkan dalam SPT Tahunan Orang Pribadi, tapi perlu juga diperhitungkan bahwa omzet pribadi tidak boleh lebih dari Rp. 600.000.000,- karena apabila telah mencapai jumlah tersebut, maka diwajibkan untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPNnya yang kalau untuk usaha orang pribadi akan menyita waktu bila diwajibkan untuk melaksanakan administrasi dan pelaporan PPNnya. Untuk aspek Pajak Penghasilannya, usaha orang pribadi ini dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto dalam melaporkan kewajiban pajaknya.  

5.    Strategi mekanisme Hibah
Banyak Orang Pribadi terutama pengusaha yang sering menghibahkan hartanya kepada anak atau pihak lain. Dalam ketentuan perpajakan, dikecualikan dari objek pajak adalah harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Contoh kasus:
Sehubungan ketentuan penegasan tentang hibah hanya menekankan pada objek yang dikenakan pajak adalah hanya atas hibah saham dari bapak kepada anak kandung yang terkait hubungan pekerjaan dan kepemilikan dalam 1 perusahaan, sehingga atas hibah saham dan harta yang lain masih belum dikatagorikan objek pajak. Sedangkan hibah selain hibah saham tersebut, masih belum dikatagorikan sebagai objek pajak penghasilan. Misalnya bapak ingin menghibahkan uang kas atau rumah (property) kepada anak kandungnya, maka tidak termasuk objek yang dikenakan pajak penghasilan.
Namun apabila pengusaha ingin menghibahkan rumah ke adiknya (bukan anak kandung-sesuai peraturan), maka akan dikenakan pajak penghasilan dan untuk menghindari hal itu, sering dilakukan proses hibah 2 kali yakni pengusaha tersebut menghibahkan ke orang tuanya terlebih dahulu, baru kemudian orang tuanya menghibahkan ke adiknya (yang juga merupakan anak kandung orang tua tersebut).


Demikianlah pembahasan mengenai perencanaan pajak (tax planning) bagi orang pribadi, semoga dapat bermanfaat bagi pemahaman perpajakan kita terutama bagi orang pribadi yang ingin melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai dengan ketentuan dan bagi para akademisi atau pemerhati perpajakan dapat memberikan tanggapan disertai analisa yang kuat sebagai bahan pendukung dalam pokok bahasan ini.
Akhir kata, Penulis mengharapkan kita dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan dengan baik sesuai tujuan perencanaan pajak itu sendiri dan untuk membantu pemerintah dalam pembangunan melalui pembayaran pajak yang benar.

Selasa, 22 November 2011

[detik.com] - 30 Instansi Pemerintah Tak Taat Pajak, Negara Rugi Rp 859 Miliar

ketut suastika : Oke

Selasa, 22/11/2011
30 Instansi Pemerintah Tak Taat Pajak, Negara Rugi Rp 859 Miliar
Ramdhania El Hida - detikFinance


detikcom - Jakarta, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa kepatuhan pajak kepada 30 instansi negara. Ternyata instansi negara pun tidak taat pajak dan negara dirugikan Rp 859 miliar.

Baca Lebih Detail : http://m.detik.com/read/2011/11/22/173141/1773121/4/30-instansi-pemerintah-tak-taat-pajak-negara-rugi-rp-859-miliar