Sebagaimana
kita ketahui bahwa system perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesstment yaitu negara dalam hal
ini pemerintah memberi kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan
pajak warganya sendiri (disebut Wajib Pajak). Contoh penerapan sistem ini
adalah pelaksanaan hak dan kewajiban pajak penghasilan untuk perusahaan (badan)
ataupun Orang Pribadi. Di sinilah sangat dibutuhkan kesadaran dari warga
Negara/masyarakat untuk selalu patuh dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya. Disamping memberi kepercayaan penuh kepada warga masyarakat,
namun apabila terdapat data atau keterangan yang diperoleh Pemerintah (DJP)
berbeda dengan data pelaporan pajak Wajib Pajak maka DJP berperan melakukan uji
kepatuhan terhadap kewajiban yang telah dilaksanakan warganya tersebut melalui
pemeriksaan.
Berdasarkan
hal tersebut di atas dan dihubungkan dengan kondisi perekonomian kita saat ini
yang tidak lepas dari peran tenaga ahli seperti dokter, pengacara, akuntan,
konsultan pajak dan lain-lain, maka perlu kiranya dipersiapkan sedini mungkin
perencanaan pajak untuk tenaga ahli agar pelaksanaan hak dan kewajiban
perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan perpajakan.
Perlu
diketahui bahwa perencanaan pajak dengan tujuan meminimalisir pembayaran pajak
masih dapat diperkenankan apabila tetap dibawah koridor peraturan
perundang-undangan perpajakan (Tax Avoindance), tapi meminimalisir
pembayaran pajak yang melanggar peraturan lah yang sangat tidak diperkenankan (Tax
Avise).
I.
DASAR
HUKUM
a.
Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dinyatakan bahwa:
Wajib
Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap,
jelas, dan menandatanganinya.
b.
Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan
Mengatur
tentang Objek Pajak Penghasilan
c.
Pasal 4 ayat (3) Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan
Mengatur
tentang Yang Bukan Objek PenghasilaN
d.
Pasal 21 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan
Mengatur
tentang pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
e.
Pasal 17 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan
Mengatur
tentang Tarif Pajak Penghasilan
f.
Peraturan Dirjen Pajak Nomor 31/PJ./2009 Jo
Peraturan Dirjen Pajak Nomor 57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan Orang
Pribadi
g. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-536/PJ./2000 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak
yang dapat menghitung norma penghasilan neto dengan norma penghitungan.
II.
MEKANISME
TAX PLANNING BAGI TENAGA AHLI
Sebelum menguraikan tentang mekanisme Tax Planning, ada baiknya kita
membahas terlebih dahulu hal-hal umum terkait tenaga ahli.
Dalam pengertian umum yang dimaksud dengan jasa konsultan adalah
pemberian advis profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan
yang dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai
dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya.
Tenaga ahli dalam ketentuan perpajakan melakukan suatu pekerjaan bebas
yang definisinya adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang
mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh
suatu hubungan kerja.
Mekanisme tax planning untuk tenaga ahli atas pajak yang ditanggung dari
sumber penghasilnnya menurut penulis dapat dibagi dalam beberapa kondisi/fakta yang
terjadi di lapangan yakni :
1. Orang Pribadi Tenaga Ahli hanya memperoleh penghasilan sebagai pegawai
tetap
2. Orang Pribadi Tenaga Ahli memperoleh penghasilan dari pekerjaan bebasnya
sebagai tenaga ahli atau jasa konsultan pribadi
3. Orang Pribadi Tenaga Ahli membuat persekutuan dengan pihak lain sesama
tenaga ahli/konsultan
4. Orang Pribadi Tenaga Ahli mendirikan Perseroan Terbatas
Penulis akan mencoba untuk membandingkan kondisi-kondisi tersebut di atas
dari segi Pajak Penghasilannya saja, dilengkapi dengan contoh perhitungan
sederhananya yang menggambarkan penghasilan dan pajak yang harus ditanggung
pribadi tenaga ahli yang contoh dibawah ini berprofesi sebagai konsultan
pajak/manajemen. Di sini penulis memakai contoh penghasilan pribadi/tenaga ahli
tersebut sama di setiap kondisi yakni Rp. 60.000.000,- setiap bulannya. Untuk
kondisi yang mengharuskan adanya pengurangan biaya (untuk bentuk kondisi
sebagai WP Badan), diasumsikan sama dengan biaya jika menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto agar analisa perbandingan tax planning nya lebih
wajar dan akurat.
1. Orang
Pribadi Tenaga Ahli hanya memperoleh penghasilan sebagai pegawai tetap
Adakalanya seseorang yang
sebenarnya telah memiliki keahlian khusus atau bahkan dengan bukti sertifikasi
keahlian khusus seperti dokter, orang yang bersertifikasi konsultan pajak,
advokat, penilai, dll belum terbuka pemikirannnya untuk berusaha sendiri
mengimplementasikan profesinya dan hanya bekerja di suatu perusahaan atau
instansi pemerintah. Mungkin juga karena sudah nyaman dengan kondisi mereka
sebagai pegawai dengan jabatan tertentu dan fasilitas tertentu. Namun hal itu
sebenarnya kalau dilihat dari segi tax planning, jumlah pajak yang harus
ditanggung oleh pribadi/tenaga ahli tersebut lebih besar dibandingkan jika
mereka berusaha mandiri sebagai konsultan. Ini dapat kita lihat dari contoh
perhitungan pajak di bawah ini:
Perhitungan ini dilakukan secara sederhana yang
tujuannya hanya memberikan gambaran umum pajak yang harus ditanggung tenaga
ahli. Pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh pemberi kerja sesuai dengan
Pasal 17 UU PPh dan penghitungan penghasilan kena pajaknya diasumsikan hanya
disetahunkan/dikalikan 12 bulan dan dikurangi PTKP sendiri sebesar Rp.
15.840.000,- tanpa memperhitungkan pengurangan biaya jabatan dan iuran pensiun
yang disetor sendiri.
2.
Orang Pribadi Tenaga Ahli memperoleh
penghasilan dari pekerjaan bebasnya sebagai tenaga ahli atau jasa konsultan
pribadi
Yang lebih sering dilakukan
oleh tenaga ahli pribadi adalah dengan berusaha secara mandiri melakukan pekerjaan
bebas seperti diuraikan definisinya di atas. Mereka berusaha secara mandiri
mencari klien atau perusahaan untuk diberikan pendapat profesionalnya dan tetap
memelihara hubungan sehingga tercipta hubungan kerja yang terus menerus yang
akan mempengaruhi pendapatan tenaga ahli tersebut. Contoh yang sering kita
lihat di lapangan adalah konsultan pajak atau konsultan manajemen dan juga
tenaga ahli profesi dokter yang membuka praktek sendiri.
Berikut penulis sertakan contoh
perhitungan pajak yang menjadi tanggungan konsultan pajak/manajemen apabila
mereka mengusahakan sendiri atau melakukan pekerjaan bebas. Jumlah
penghasilan/pendapatan diasumsikan sama seperti kondisi yang lain dan diterima
setiap bulan sebesar Rp. 60.000.000,-
Perhitungan PPh yang harus
ditanggung tenaga ahli yang dilaporkan dalam SPT PPh Orang Pribadi konsultan
tsb menggunakan penghasilan neto yang ditentukan dari penggunaan norma
penghasilan neto konsultan manajemen yakni 55% dan pemotongan yang dilakukan
oleh pemberi penghasilan (klien/perusahaan) menggunakan penghitungan
penghasilan yakni 50% dari penghasilan bruto kemudian dikalikan tariff pasal 17
UU PPh (berdasarkan jumlah kumulatif penghasilannya dari bulan ke bulan). Total
pajak yang harus ditanggung tenaga ahli tersebut adalah total pajak dari
penghitungan berdasarkan norma penghasilan neto tersebut dan untuk PPh
pemotongan oleh pemberi penghasilan berfungsi sebagai pembayaran pajak dimuka
dan dapat mengurangi total pembayaran pajak berdasarkan norma tersebut dan
hanya kekurangannya saja yang dilakukan penyetoran berdasarkan pelaporan SPT
Tahunan tenaga ahli tersebut.
3.
Orang Pribadi Tenaga Ahli membuat persekutuan
dengan pihak lain sesama tenaga ahli/konsultan
Dengan perkembangan
permasalahan ekonomi yang terkait profesi tenaga ahli, kadang diperlukan adanya
suatu kerjasama dalam bentuk persekutuan/perkumpulan dari beberapa tenaga ahli
mendirikan suatu badan hukum yang atas kepemilikan modalnya tidak terdiri atas
saham-saham. Sudah banyak tenaga ahli berkumpul dari 2 orang sampai lebih dari
itu, mendirikan usaha jasa konsultan atau kalo untuk dokter istilahnya praktek
bersama.
Adapun perhitungan pajak yang
harus ditanggung bagi masing-masing anggota persekutuan atau partner adalah
sebagai berikut:
Di sini diasumsikan tenaga ahli
berkumpul 2 orang dengan masing-masing menghasilkan pendapapatan yang sama
yakni Rp. 60.000.000,- Sebagaimana kita ketahui bahwa persekutuan/perkumpulan
termasuk katagori badan sehingga wajib pembukuan sehingga perhitungan pajaknya
akan didahului dengan biaya yang diasumsikan hamper sama dengan penghitungan
menggunakan norma yakni penghasilan netonya 55% berarti biaya yang diakui hanya
45% nya saja. Biaya sebenarnya mungkin bias lebih banyak bias pula lebih
sedikit. Setelah diketahui labanya kemudian dikalikan dengan tarif PPh Psl 31 E
yang merupakan fasiltas bagi usaha kecil dan menengah.
Untuk pembagian laba
persekutuan, sesuai pasal 4 ayat (3) UU PPh dinyatakan bahwa bagian laba yang
diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif bukan merupakan objek PPh,
sehingga atas pembagian laba dalam perhitungan di atas tidak perlu lagi
diperhitungkan dalam laporan SPT PPh Orang Pribadi konsultan masing-masing.
Pembagian laba dianggap sama untuk setiap anggota persekutuan yakni
masing-masing 50%.
4.
Orang Pribadi Tenaga Ahli mendirikan
Perseroan Terbatas
Kadangkala ada juga tenaga ahli
yang perlu mendirikan Perseroan Terbatas (PT) untuk menjalankan profesinya
dengan pertimbangan lebih dapat dipercaya dan bias berekspansi ke jenis usaha
yang lainnya. Berikut disajikan contoh perhitungan pajak yang akan ditanggung
tenaga ahli dan diasumsikan sama pendapatan PT nya yakni Rp. 60.000.000,-
Konsekuensi mendirikan PT sama
juga dengan persekutuan yakni termasuk katagori badan yang wajib pembukuan dan
otomatis ada unsur biayanya. Laba PT dihasilkan dari pengurangan biaya yang
diasumsikan sama dengan penggunaan norma seperti pada perhitungan persekutuan
dan dikalikan dengan tarif Pasal 31 E UU PPh yang merupakan fasilitas bagi
usaha kecil dan menengah yang omzetnya masih dibawah Rp. 50.000.000.000,-
Pajak yang akan ditanggung
tenaga ahli sebagai pemegang saham PT yakni berupak pajak dividen jika
diasumsikan dilakukan pembagian seluruh laba tanpa adanya laba ditahan dan
kalau digabungkan dengan pajak badannya maka total pajak yang harus ditanggung
tanaga ahli adalah pajak badan ditambahkan pajak dividennya.
III.
ANALISA
TAX PLANNING
Dari perhitungan pajak yang harus ditanggung
tenaga ahli berdasarkan kondisi-kondisi tersebut di atas, diperoleh hasil
sebagai berikut:
1.
Tenaga ahli sebagai pegawai Rp. 145.448.000,-
2.
Tenaga ahli sebagai konsultan pribadi Rp.
65.040.000,-
3.
Tenaga ahli mendirikan persekutuan Rp.
49.500.000,-
4.
Tenaga ahli mendirikan PT Rp. 84.150.000,-
Di sini terlihat
bahwa untuk mendapatkan pajak yang lebih ringan alangkah baiknya tenaga ahli
tersebut memilih untuk menjalankan profesinya dengan mendirikan persekutuan.
Namun jika kita
kaitkan dengan ketentuan perpajakan bahwa kita melakukan tax planning berupa
penghindaran pajak (Tax Avoindance) masih dapat diperkenankan apabila masih dalam
koridor peraturan perundang-undangan perpajakan, maka tidak ada salahnya kita
sebagai tenaga ahli melakukan variasi
usaha yang mana untuk opsi tenaga ahli sebagai pegawai, kita abaikan
mengingat ketentuan saat ini melarang seseorang untuk rangkap jabatan terutama
di sektor pemerintahan. Dalam waktu yang sama kita bisa menjalankan usaha
sebagai konsultan pribadi, kita juga mendirikan persekutuan serta mendirikan
PT. Tidak ada aturan pajak yang melarang kita melakukan hal tersebut, yang
penting kita dapat dengan konsisten memisahkan pendapatan kita dari berbagai
bentuk usaha tersebut.
Apabila kita
diwajibkan menyelenggarakan pembukuan maka atas biaya yang terkait pendapatan
yang kita laporkan di bentuk usaha tertentu saja yang boleh kita biayakan,
dengan kata lain tidak ada pembebanan biaya ganda.
Perlu juga kita
memilah klien yang akan kita masukkan ke dalam bentuk usaha tertentu, misalnya
untuk klien pemerintahan maka kita perlu memasukkan pendapatannya dalam bentuk
usaha PT kita karena pertanggungjawabannya lebih jelas dan akurat sehubungan
nanti akan dilakukan pemeriksaan atas pertanggungjawaban Anggaran oleh BPK dll.
Jadi kontraknya sudah kita atur sedemikian rupa dimasukkan dalam bentuk usaha
PT.
Sehubungan dengan
kewajiban PPN, tentunya bisa kita atur agar terhindar dari kewajiban pengukuhan
PKP untuk bentuk usaha pribadi, misalnya memilah pendapatan dari klien dan
membatasi total pendapatan dari usaha pribadi tersebut tidak lebih dari Rp.
600.000.000,- apabila kita mendapat klien yang mau kita masukkan sebagai pendapatan
untuk usaha pribadi dan ternyata jika kita masukkan diperoleh total
pendapatan/omzet usaha pribadi tersebut menjadi lebih dari Rp.
600.000.000,- maka ada baiknya kita
alihkan ke bentuk usaha lainnya yakni persekutuan kita atau PT kita.
Perhatian kita di
segi PPN juga sangat penting dengan pertimbangan juga untuk klien yang tidak
begitu besar maka tidak akan terbebani dengan pembayaran PPN dan hanya membayar
sebesar nilai kontrak pendapatan tersebut. Apabila usaha pribadi kita wajib
dikukuhkan sebagai PKP maka konsekuensinya adalah melakukan pemungutan,
penyetoran dan pelaporan PPN.
IV.
PENUTUP
Demikianlah
pembahasan mengenai perencanaan pajak (tax planning) bagi tenaga ahli, semoga
dapat bermanfaat bagi pemahaman perpajakan kita terutama bagi tenaga ahli yang
tidak hanya konsultan pajak/manajemen, juga konsultan hukum atau dokter yang
ingin melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai dengan ketentuan dan bagi para
akademisi atau pemerhati perpajakan dapat memberikan tanggapan disertai analisa
yang kuat sebagai bahan pendukung dalam pembahasan ini.
Akhir
kata, Penulis mengharapkan kita dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan
dengan baik sesuai tujuan perencanaan pajak itu sendiri dan untuk membantu
pemerintah dalam pembangunan melalui pembayaran pajak yang benar.