SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO)

SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO) :
HADIR DI INDONESIA UNTUK MEMBERIKAN INFORMASI DAN SOLUSI PERPAJAKAN BAGI SELURUH LAPISAN MASYARAKAT

Jumat, 11 Mei 2012

PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING) UNTUK KONSULTAN


Sebagaimana kita ketahui bahwa system perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesstment yaitu negara dalam hal ini pemerintah memberi kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak warganya sendiri (disebut Wajib Pajak). Contoh penerapan sistem ini adalah pelaksanaan hak dan kewajiban pajak penghasilan untuk perusahaan (badan) ataupun Orang Pribadi. Di sinilah sangat dibutuhkan kesadaran dari warga Negara/masyarakat untuk selalu patuh dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Disamping memberi kepercayaan penuh kepada warga masyarakat, namun apabila terdapat data atau keterangan yang diperoleh Pemerintah (DJP) berbeda dengan data pelaporan pajak Wajib Pajak maka DJP berperan melakukan uji kepatuhan terhadap kewajiban yang telah dilaksanakan warganya tersebut melalui pemeriksaan.
Berdasarkan hal tersebut di atas dan dihubungkan dengan kondisi perekonomian kita saat ini yang tidak lepas dari peran tenaga ahli seperti dokter, pengacara, akuntan, konsultan pajak dan lain-lain, maka perlu kiranya dipersiapkan sedini mungkin perencanaan pajak untuk tenaga ahli agar pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan perpajakan.
Perlu diketahui bahwa perencanaan pajak dengan tujuan meminimalisir pembayaran pajak masih dapat diperkenankan apabila tetap dibawah koridor peraturan perundang-undangan perpajakan (Tax Avoindance), tapi meminimalisir pembayaran pajak yang melanggar peraturan lah yang sangat tidak diperkenankan (Tax Avise).

I.      DASAR HUKUM
a.    Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dinyatakan bahwa:
Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
b.    Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Mengatur tentang Objek Pajak Penghasilan
c.    Pasal 4 ayat (3) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Mengatur tentang Yang Bukan Objek PenghasilaN
d.    Pasal 21 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
e.    Pasal 17 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Mengatur tentang Tarif Pajak Penghasilan
f.     Peraturan Dirjen Pajak Nomor 31/PJ./2009 Jo Peraturan Dirjen Pajak Nomor 57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan Orang Pribadi
g.  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-536/PJ./2000 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak yang dapat menghitung norma penghasilan neto dengan norma penghitungan.

II.    MEKANISME TAX PLANNING BAGI TENAGA AHLI
Sebelum menguraikan tentang mekanisme Tax Planning, ada baiknya kita membahas terlebih dahulu hal-hal umum terkait tenaga ahli.
Dalam pengertian umum yang dimaksud dengan jasa konsultan adalah pemberian advis profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya.
Tenaga ahli dalam ketentuan perpajakan melakukan suatu pekerjaan bebas yang definisinya adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh             penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
Mekanisme tax planning untuk tenaga ahli atas pajak yang ditanggung dari sumber penghasilnnya menurut penulis dapat dibagi dalam beberapa kondisi/fakta yang terjadi di lapangan yakni :
    
       1. Orang Pribadi Tenaga Ahli hanya memperoleh penghasilan sebagai pegawai tetap
       2.   Orang Pribadi Tenaga Ahli memperoleh penghasilan dari pekerjaan bebasnya sebagai tenaga ahli atau jasa konsultan pribadi
      3.    Orang Pribadi Tenaga Ahli membuat persekutuan dengan pihak lain sesama tenaga ahli/konsultan
      4.    Orang Pribadi Tenaga Ahli mendirikan Perseroan Terbatas

Penulis akan mencoba untuk membandingkan kondisi-kondisi tersebut di atas dari segi Pajak Penghasilannya saja, dilengkapi dengan contoh perhitungan sederhananya yang menggambarkan penghasilan dan pajak yang harus ditanggung pribadi tenaga ahli yang contoh dibawah ini berprofesi sebagai konsultan pajak/manajemen. Di sini penulis memakai contoh penghasilan pribadi/tenaga ahli tersebut sama di setiap kondisi yakni Rp. 60.000.000,- setiap bulannya. Untuk kondisi yang mengharuskan adanya pengurangan biaya (untuk bentuk kondisi sebagai WP Badan), diasumsikan sama dengan biaya jika menggunakan norma penghitungan penghasilan neto agar analisa perbandingan tax planning nya lebih wajar dan akurat.

1.    Orang Pribadi Tenaga Ahli hanya memperoleh penghasilan sebagai pegawai tetap
Adakalanya seseorang yang sebenarnya telah memiliki keahlian khusus atau bahkan dengan bukti sertifikasi keahlian khusus seperti dokter, orang yang bersertifikasi konsultan pajak, advokat, penilai, dll belum terbuka pemikirannnya untuk berusaha sendiri mengimplementasikan profesinya dan hanya bekerja di suatu perusahaan atau instansi pemerintah. Mungkin juga karena sudah nyaman dengan kondisi mereka sebagai pegawai dengan jabatan tertentu dan fasilitas tertentu. Namun hal itu sebenarnya kalau dilihat dari segi tax planning, jumlah pajak yang harus ditanggung oleh pribadi/tenaga ahli tersebut lebih besar dibandingkan jika mereka berusaha mandiri sebagai konsultan. Ini dapat kita lihat dari contoh perhitungan pajak di bawah ini:

Perhitungan ini dilakukan secara sederhana yang tujuannya hanya memberikan gambaran umum pajak yang harus ditanggung tenaga ahli. Pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh pemberi kerja sesuai dengan Pasal 17 UU PPh dan penghitungan penghasilan kena pajaknya diasumsikan hanya disetahunkan/dikalikan 12 bulan dan dikurangi PTKP sendiri sebesar Rp. 15.840.000,- tanpa memperhitungkan pengurangan biaya jabatan dan iuran pensiun yang disetor sendiri.

2.    Orang Pribadi Tenaga Ahli memperoleh penghasilan dari pekerjaan bebasnya sebagai tenaga ahli atau jasa konsultan pribadi
Yang lebih sering dilakukan oleh tenaga ahli pribadi adalah dengan berusaha secara mandiri melakukan pekerjaan bebas seperti diuraikan definisinya di atas. Mereka berusaha secara mandiri mencari klien atau perusahaan untuk diberikan pendapat profesionalnya dan tetap memelihara hubungan sehingga tercipta hubungan kerja yang terus menerus yang akan mempengaruhi pendapatan tenaga ahli tersebut. Contoh yang sering kita lihat di lapangan adalah konsultan pajak atau konsultan manajemen dan juga tenaga ahli profesi dokter yang membuka praktek sendiri.
Berikut penulis sertakan contoh perhitungan pajak yang menjadi tanggungan konsultan pajak/manajemen apabila mereka mengusahakan sendiri atau melakukan pekerjaan bebas. Jumlah penghasilan/pendapatan diasumsikan sama seperti kondisi yang lain dan diterima setiap bulan sebesar Rp. 60.000.000,-

Perhitungan PPh yang harus ditanggung tenaga ahli yang dilaporkan dalam SPT PPh Orang Pribadi konsultan tsb menggunakan penghasilan neto yang ditentukan dari penggunaan norma penghasilan neto konsultan manajemen yakni 55% dan pemotongan yang dilakukan oleh pemberi penghasilan (klien/perusahaan) menggunakan penghitungan penghasilan yakni 50% dari penghasilan bruto kemudian dikalikan tariff pasal 17 UU PPh (berdasarkan jumlah kumulatif penghasilannya dari bulan ke bulan). Total pajak yang harus ditanggung tenaga ahli tersebut adalah total pajak dari penghitungan berdasarkan norma penghasilan neto tersebut dan untuk PPh pemotongan oleh pemberi penghasilan berfungsi sebagai pembayaran pajak dimuka dan dapat mengurangi total pembayaran pajak berdasarkan norma tersebut dan hanya kekurangannya saja yang dilakukan penyetoran berdasarkan pelaporan SPT Tahunan tenaga ahli tersebut.

3.    Orang Pribadi Tenaga Ahli membuat persekutuan dengan pihak lain sesama tenaga ahli/konsultan
Dengan perkembangan permasalahan ekonomi yang terkait profesi tenaga ahli, kadang diperlukan adanya suatu kerjasama dalam bentuk persekutuan/perkumpulan dari beberapa tenaga ahli mendirikan suatu badan hukum yang atas kepemilikan modalnya tidak terdiri atas saham-saham. Sudah banyak tenaga ahli berkumpul dari 2 orang sampai lebih dari itu, mendirikan usaha jasa konsultan atau kalo untuk dokter istilahnya praktek bersama.
Adapun perhitungan pajak yang harus ditanggung bagi masing-masing anggota persekutuan atau partner adalah sebagai berikut:

Di sini diasumsikan tenaga ahli berkumpul 2 orang dengan masing-masing menghasilkan pendapapatan yang sama yakni Rp. 60.000.000,- Sebagaimana kita ketahui bahwa persekutuan/perkumpulan termasuk katagori badan sehingga wajib pembukuan sehingga perhitungan pajaknya akan didahului dengan biaya yang diasumsikan hamper sama dengan penghitungan menggunakan norma yakni penghasilan netonya 55% berarti biaya yang diakui hanya 45% nya saja. Biaya sebenarnya mungkin bias lebih banyak bias pula lebih sedikit. Setelah diketahui labanya kemudian dikalikan dengan tarif PPh Psl 31 E yang merupakan fasiltas bagi usaha kecil dan menengah.
Untuk pembagian laba persekutuan, sesuai pasal 4 ayat (3) UU PPh dinyatakan bahwa bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif bukan merupakan objek PPh, sehingga atas pembagian laba dalam perhitungan di atas tidak perlu lagi diperhitungkan dalam laporan SPT PPh Orang Pribadi konsultan masing-masing. Pembagian laba dianggap sama untuk setiap anggota persekutuan yakni masing-masing 50%.

4.    Orang Pribadi Tenaga Ahli mendirikan Perseroan Terbatas
Kadangkala ada juga tenaga ahli yang perlu mendirikan Perseroan Terbatas (PT) untuk menjalankan profesinya dengan pertimbangan lebih dapat dipercaya dan bias berekspansi ke jenis usaha yang lainnya. Berikut disajikan contoh perhitungan pajak yang akan ditanggung tenaga ahli dan diasumsikan sama pendapatan PT nya yakni Rp. 60.000.000,-

Konsekuensi mendirikan PT sama juga dengan persekutuan yakni termasuk katagori badan yang wajib pembukuan dan otomatis ada unsur biayanya. Laba PT dihasilkan dari pengurangan biaya yang diasumsikan sama dengan penggunaan norma seperti pada perhitungan persekutuan dan dikalikan dengan tarif Pasal 31 E UU PPh yang merupakan fasilitas bagi usaha kecil dan menengah yang omzetnya masih dibawah Rp. 50.000.000.000,-
Pajak yang akan ditanggung tenaga ahli sebagai pemegang saham PT yakni berupak pajak dividen jika diasumsikan dilakukan pembagian seluruh laba tanpa adanya laba ditahan dan kalau digabungkan dengan pajak badannya maka total pajak yang harus ditanggung tanaga ahli adalah pajak badan ditambahkan pajak dividennya.

III.        ANALISA TAX PLANNING
Dari perhitungan pajak yang harus ditanggung tenaga ahli berdasarkan kondisi-kondisi tersebut di atas, diperoleh hasil sebagai berikut:
            1.    Tenaga ahli sebagai pegawai Rp. 145.448.000,-
            2.    Tenaga ahli sebagai konsultan pribadi Rp. 65.040.000,-
            3.    Tenaga ahli mendirikan persekutuan Rp. 49.500.000,-
            4.    Tenaga ahli mendirikan PT Rp. 84.150.000,-
Di sini terlihat bahwa untuk mendapatkan pajak yang lebih ringan alangkah baiknya tenaga ahli tersebut memilih untuk menjalankan profesinya dengan mendirikan persekutuan.
Namun jika kita kaitkan dengan ketentuan perpajakan bahwa kita melakukan tax planning berupa penghindaran pajak (Tax Avoindance) masih dapat diperkenankan apabila masih dalam koridor peraturan perundang-undangan perpajakan, maka tidak ada salahnya kita sebagai tenaga ahli melakukan variasi usaha yang mana untuk opsi tenaga ahli sebagai pegawai, kita abaikan mengingat ketentuan saat ini melarang seseorang untuk rangkap jabatan terutama di sektor pemerintahan. Dalam waktu yang sama kita bisa menjalankan usaha sebagai konsultan pribadi, kita juga mendirikan persekutuan serta mendirikan PT. Tidak ada aturan pajak yang melarang kita melakukan hal tersebut, yang penting kita dapat dengan konsisten memisahkan pendapatan kita dari berbagai bentuk usaha tersebut.
Apabila kita diwajibkan menyelenggarakan pembukuan maka atas biaya yang terkait pendapatan yang kita laporkan di bentuk usaha tertentu saja yang boleh kita biayakan, dengan kata lain tidak ada pembebanan biaya ganda.
Perlu juga kita memilah klien yang akan kita masukkan ke dalam bentuk usaha tertentu, misalnya untuk klien pemerintahan maka kita perlu memasukkan pendapatannya dalam bentuk usaha PT kita karena pertanggungjawabannya lebih jelas dan akurat sehubungan nanti akan dilakukan pemeriksaan atas pertanggungjawaban Anggaran oleh BPK dll. Jadi kontraknya sudah kita atur sedemikian rupa dimasukkan dalam bentuk usaha PT.
Sehubungan dengan kewajiban PPN, tentunya bisa kita atur agar terhindar dari kewajiban pengukuhan PKP untuk bentuk usaha pribadi, misalnya memilah pendapatan dari klien dan membatasi total pendapatan dari usaha pribadi tersebut tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- apabila kita mendapat klien yang mau kita masukkan sebagai pendapatan untuk usaha pribadi dan ternyata jika kita masukkan diperoleh total pendapatan/omzet usaha pribadi tersebut menjadi lebih dari Rp. 600.000.000,-  maka ada baiknya kita alihkan ke bentuk usaha lainnya yakni persekutuan kita atau PT kita.
Perhatian kita di segi PPN juga sangat penting dengan pertimbangan juga untuk klien yang tidak begitu besar maka tidak akan terbebani dengan pembayaran PPN dan hanya membayar sebesar nilai kontrak pendapatan tersebut. Apabila usaha pribadi kita wajib dikukuhkan sebagai PKP maka konsekuensinya adalah melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN.

IV.        PENUTUP
Demikianlah pembahasan mengenai perencanaan pajak (tax planning) bagi tenaga ahli, semoga dapat bermanfaat bagi pemahaman perpajakan kita terutama bagi tenaga ahli yang tidak hanya konsultan pajak/manajemen, juga konsultan hukum atau dokter yang ingin melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai dengan ketentuan dan bagi para akademisi atau pemerhati perpajakan dapat memberikan tanggapan disertai analisa yang kuat sebagai bahan pendukung dalam pembahasan ini.
Akhir kata, Penulis mengharapkan kita dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan dengan baik sesuai tujuan perencanaan pajak itu sendiri dan untuk membantu pemerintah dalam pembangunan melalui pembayaran pajak yang benar.