A. Faktur Pajak
Faktur Pajak
adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Pasal
13 ayat (1) UU PPN 1984, dinyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap :
1. penyerahan
Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau
huruf f dan/atau Pasal 16D yakni atas :
a.
penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean;
b.
ekspor BKP berwujud;
c.
penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan oleh
Pengusaha Kena Pajak, kecuali
atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
2.
penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean;
3.
ekspor BKP Tidak Berwujud;
4.
ekspor JKP.
Sesuai dengan perubahan UU tahun 2009, terdapat
tambahan ketentuan jenis penyerahan yang wajib dibuatkan FP yakni penyerahan
sesuai Pasal 16D, ekspor BKP tidak berwujud dan ekspor JKP. Penyerahan sesuai
Pasal 16D, sebelumnya kewajiban PPN-nya hanya menyetorkan ke kas negara dan
melaporkannya dalam SPT dengan melampirkan Surat Setoran Pajak Pasal 16D
tersebut, namun dalam UU nomor 42 Tahun 2009, penyerahan sesuai Pasal 16D
diwajibkan membuat FP dan perhitungannya menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak
Masukan sebagai Pajak Keluaran.
Untuk FP wajib dibuat atas ekspor BKP tidak
berwujud dan ekspor JKP memang merupakan implikasi dari adanya penambahan objek
PPN dalam UU Nomor 42 Tahun 2009.
Dalam perubahan UU PPN di tahun 2009 ini, istilah
FP Standar dan FP Sederhana sudah tidak ada lagi dan yang ada hanya istilah
Faktur Pajak saja.
B. Jenis Faktur Pajak
Berdasarkan
ketentuan peraturan pelaksana di bawah UU PPN, jenis Faktur Pajak dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Faktur Pajak
Faktur Pajak juga dibagi dalam 3 jenis yaitu :
a. Faktur Pajak atau
Faktur Penjualan
Dalam
hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak,
Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau menyerahkan
Jasa Kena Pajak itu wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dan
memberikan Faktur Pajak sebagai bukti pungutan pajak. Faktur Pajak tidak perlu
dibuat secara khusus atau berbeda dengan faktur penjualan. Faktur Pajak dapat
berupa faktur penjualan atau dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur
Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak yang memuat keterangan sesuai dengan
keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Ps. 13 ayat (5) UU PPN
dan pengisiannya sesuai dengan tata cara
pengisian keterangan pada Faktur Pajak.
b. Faktur Pajak Khusus
Jenis
Faktur Pajak ini sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2010 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2011 terkait
dengan transaksi yang dilakukan oleh Toko Retail yang merupakan toko yang
menjual Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak, serta berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan
Nilai kepada Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri, yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak.
Faktur Pajak Khusus adalah Faktur Pajak yang dilampiri
dengan cash register/struk pembayaran/invoice sebagai satu kesatuan yang tidak
terpisahkan, yang diterbitkan oleh Toko Retail atas pembelian Barang Bawaan
yang Pajak Pertambahan Nilainya akan diminta kembali oleh Orang Pribadi
Pemegang Paspor Luar Negeri.
Faktur Pajak Khusus dapat berfungsi sebagai surat
permohonan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai dengan membubuhi tanda pada
kolom permohonan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang dibubuhi tanda
tangan Orang Pribadi, dan kasir Toko Retail yang diberi stempel Toko Retail.
c. Faktur Pajak Eks
Sederhana
Jenis Faktur Pajak ini terkait dengan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh PKP Pedagang Eceran
sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor 58/PJ./2010.
PKP
PE wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan
Jasa Kena Pajak. Pedagang eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan
tanda tangan penjual, tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang mengenai
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pedagang
eceran adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dengan cara sebagai berikut:
1) melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung
mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
2) dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung
kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan
tertulis, kontrak, atau lelang; dan
3) pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi
jual beli dilakukan secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan
atau membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.
Contoh tempat
penjualan eceran yaitu toko dan kios.
Termasuk dalam pengertian Pedagang eceran
adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak
dengan cara sebagai berikut:
1) melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung
kepada konsumen akhir atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir
ke tempat konsumen akhir lainnya;
2) dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa
didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang;
dan
3) pada umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa Kena Pajak
dilakukan secara tunai.
Contoh tempat
penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir yaitu gerai dan kios.
Yang dimaksud dengan "konsumen
akhir" adalah pembeli yang mengkonsumsi secara langsung barang tersebut,
dan tidak digunakan atau dimanfaatkan untuk kegiatan produksi atau perdagangan.
Namun demikian Pengusaha Kena Pajak tetap
diperkenankan untuk menerbitkan Faktur Pajak secara lengkap meskipun penyerahan
Barang Kena Pajak dilakukan kepada konsumen akhir, misalnya dalam hal pembeli
sebagai konsumen akhir adalah Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usaha atau
pekerjaan utamanya tidak melakukan usaha perdagangan secara eceran (pabrikan
atau distributor) tetapi melakukan penyerahan Barang Kena Pajak secara eceran,
maka atas penyerahan Barang Kena Pajak secara eceran tersebut Pengusaha Kena
Pajak dapat menerbitkan Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai
identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual.
Faktur Pajak atas penyerahan oleh Pedagang
Eceran berupa :
1) bon kontan,
2) faktur penjualan,
3) segi cash register,
4) karcis,
5) kuitansi, atau
6) tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.
Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak
disesuaikan dengan kepentingan PKP PE serta pengadaan formulir Faktur Pajak
dilakukan oleh PKP PE.
2. Faktur Pajak Gabungan
Faktur Pajak Gabungan
adalah Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada
pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1
(satu) bulan kalender.
Pengusaha Kena Pajak
diperkenankan membuat Faktur Pajak gabungan paling lama pada akhir
bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak meskipun di dalam bulan penyerahan telah
terjadi pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya.
3. Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan
Faktur Pajak
Berdasarkan Peraturan
Dirjen Pajak Nomor 27/PJ/2011, diatur bahwa Dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah :
a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor
oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan
dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dengan PEB tersebut;
b. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh
BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
c. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuatkan/dikeluarkan oleh
PERTAMINA untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar
Minyak;
d. Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan
telekomunikasi;
e. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang
dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
f. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa
kepelabuhanan;
g. Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik;
h. Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
yang dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud, untuk ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
i. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik
barang berupa nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan dilampiri
dengan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP),
dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang
mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP), yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB
tersebut, untuk impor Barang Kena Pajak;
j. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean;
k. Bukti tagihan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
oleh Perusahaaan Air Minum;
l.
Bukti tagihan (Trading
Confirmation) atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perusahaan perantara efek;
dan
m.
Bukti tagihan atas penyerahan
Jasa Kena Pajak oleh perbankan.
Dokumen tertentu tersebut di atas selain huruf i dan j paling sedikit
harus memuat :
1)
Nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau
penyerahan;
2)
Jumlah satuan barang apabila ada;
3)
Dasar Pengenaan Pajak; dan
4) Jumlah Pajak yang
terutang kecuali dalam hal ekspor.