KETENTUAN
FORMAL :
1.
Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Penjelasannya;
2.
Pasal 31 Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
3.
Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan;
4.
Pasal 53 ayat (1) dan (2) huruf
b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
PEMBAHASAN
Dasar utama pertimbangan diberlakukannya perundang-undangan perpajakan dan dilakukannya
perubahan atas perundang-undangan tersebut adalah dalam rangka untuk lebih
memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak serta untuk
lebih memberikan kepastian hukum. Atas dasar hal tersebut, apabila terjadi
kesalahan dalam menerbitkan ketetapan pajak yang bersifat salah tulis, salah
hitung dan kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang tidak mengandung persengketaan antara fiskus dengan Wajib
Pajak, tanpa ada tindak lanjut pembetulan oleh fiskus itu sendiri, maka atas
ketetapan pajak tersebut dapat dinyatakan batal atau tidak sah dengan dasar
pertimbangan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Pasal 16
ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan dinyatakan bahwa :
Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya,
Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan
Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang dalam penerbitannya
terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan
ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan:
Pembetulan menurut ayat ini dilaksanakan dalam
rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat
kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi perlu dibetulkan sebagaimana
mestinya. Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung
persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak.
Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam suatu proses
pelaksanaan administrasi negara dalam hal ini penerbitan ketetapan pajak,
adalah suatu yang dapat dimaklumi apabila terdapat kesalahan dalam
penerbitannya, namun menjadi kewajiban fiskus untuk membetulkannya sesegera
mungkin dan poin penting yang perlu penekanan adalah adanya maksud pembetulan
itu sendiri dalam rangka menjalankan pemerintahan yang baik yang mengandung
arti bahwa aparat pemerintah dalam hal ini fiskus dituntut untuk memberikan
kepastian hukum kepada Wajib Pajak dengan menerbitkan suatu ketetapan pajak
yang benar dan apabila aturan ini tidak dimanfaatkan oleh fiskus maka akan
memberikan konsekuensi bahwa ketetapan pajak itu dinyatakan batal atau tidak
sah.
2. Upaya hukum yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperoleh
keadilan dan kepastian hukum atas ketetapan pajak yang salah ini adalah dengan
mengajukan banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak. Berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dinyatakan
bahwa:
Ayat (1) :
Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang
memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.
Ayat (2) :
Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa
dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3) :
Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas
pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Upaya Banding dapat dilakukan bersamaan dengan adanya sengketa pajak
material sebagai akibat penetapan suatu Surat Ketetapan Pajak sampai
diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, namun dalam sidang untuk pengujian
aspek formal, apabila terdapat ketentuan formal yang tidak sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku seperti kesalahan penerbitan ketetapan pajak
yang tidak dilakukan pembetulan, maka hakim dapat memutuskan bahwa atas
ketetapan pajak tersebut dinyatakan batal atau tidak sah tanpa harus melakukan
pemeriksaan dan pembuktian secara material.
Dan apabila Wajib Pajak mengetahui sedari awal penerbitan ketetapan pajak
sampai dilakukan upaya hukum keberatan atau pengajuan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menghasilkan suatu
keputusan tanpa membetulkan terlebih dahulu ketetapan pajaknya tersebut, maka
Wajib Pajak dapat langsung mengajukan gugatan ke pengadilan pajak dan dapat diputuskan bahwa atas ketetapan pajak tersebut dinyatakan batal atau
tidak sah.
3. Pertimbangan hukum pengambilan kedua ketentuan hukum di atas adalah
ketetapan pajak yang diterbitkan oleh fiskus merupakan produk hukum
administrasi atau tata usaha negara berdasarkan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang
menyatakan bahwa :
Putusan Pengadilan Pajak
merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.
4. Ditambahkan pula bahwa sebagai produk hukum tata usaha negara dan tidak
diaturnya ketentuan khusus dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak, maka dasar pertimbangan hukum terkait masalah
ini adalah Pasal 53 ayat (1) dan (2) huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, yang menyatakan bahwa :
Ayat (1) :
Orang atau badan hukum
perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan
gugatan tertulis kepada pengadilan
yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau
tidak sah, dengan atau tanpa disertai
tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.
Ayat (2)huruf b :
Alasan-alasan
yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah antara lain Keputusan Tata Usaha Negara
yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang
baik.
Penjelasan Pasal (2) huruf b :
Y a n g
dimaksud dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah meliputi asas:
-
kepastian hukum;
- tertib
penyelenggaraan negara;
-
keterbukaan;
-
proporsionalitas;
-
profesionalitas;
-
akuntabilitas,
sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme.
Disinilah kaitannya Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan ketentuan di atas dimana
ada faktor tugas pemerintahan yang baik yang disebutkan sebagai ’bertentangan
dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik’. Penulis lebih menekankan pada
adanya asas profesionalitas dan akuntabilitas yang mengandung arti yakni asas
profesionalitas adalah asas yang mengutamakan
keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku sedangkan asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan Penyelenggara
Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
5. Berdasarkan hal tersebut dapat ditegaskan bahwa penerbitan suatu
ketetapan pajak yang dilakukan oleh fiskus harus benar dengan dilandasi oleh
asas-asas umum pemerintahan yang baik dan apabila aturan mengenai pembetulan ketetapan pajak tidak dimanfaatkan
oleh fiskus maka akan memberikan konsekuensi bahwa ketetapan pajak itu
dinyatakan batal atau tidak sah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar