SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO)

SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO) :
HADIR DI INDONESIA UNTUK MEMBERIKAN INFORMASI DAN SOLUSI PERPAJAKAN BAGI SELURUH LAPISAN MASYARAKAT

Jumat, 12 Oktober 2012

KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM APABILA SUATU KETETAPAN PAJAK SALAH TANPA DILAKUKAN PEMBETULAN


KETENTUAN FORMAL :

1.       Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Penjelasannya;
2.       Pasal 31 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
3.       Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
4.       Pasal 53 ayat (1) dan (2) huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

PEMBAHASAN

Dasar utama pertimbangan diberlakukannya perundang-undangan perpajakan dan dilakukannya perubahan atas perundang-undangan tersebut adalah dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak serta untuk lebih memberikan kepastian hukum. Atas dasar hal tersebut, apabila terjadi kesalahan dalam menerbitkan ketetapan pajak yang bersifat salah tulis, salah hitung dan kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang tidak mengandung persengketaan antara fiskus dengan Wajib Pajak, tanpa ada tindak lanjut pembetulan oleh fiskus itu sendiri, maka atas ketetapan pajak tersebut dapat dinyatakan batal atau tidak sah dengan dasar pertimbangan sebagai berikut :
1.       Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dinyatakan bahwa :
Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan:
Pembetulan menurut ayat ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak.
Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam suatu proses pelaksanaan administrasi negara dalam hal ini penerbitan ketetapan pajak, adalah suatu yang dapat dimaklumi apabila terdapat kesalahan dalam penerbitannya, namun menjadi kewajiban fiskus untuk membetulkannya sesegera mungkin dan poin penting yang perlu penekanan adalah adanya maksud pembetulan itu sendiri dalam rangka menjalankan pemerintahan yang baik yang mengandung arti bahwa aparat pemerintah dalam hal ini fiskus dituntut untuk memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak dengan menerbitkan suatu ketetapan pajak yang benar dan apabila aturan ini tidak dimanfaatkan oleh fiskus maka akan memberikan konsekuensi bahwa ketetapan pajak itu dinyatakan batal atau tidak sah.

2.       Upaya hukum yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperoleh keadilan dan kepastian hukum atas ketetapan pajak yang salah ini adalah dengan mengajukan banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak. Berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dinyatakan bahwa:

Ayat (1) :
Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.
Ayat (2) :
Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3) :
Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Upaya Banding dapat dilakukan bersamaan dengan adanya sengketa pajak material sebagai akibat penetapan suatu Surat Ketetapan Pajak sampai diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, namun dalam sidang untuk pengujian aspek formal, apabila terdapat ketentuan formal yang tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku seperti kesalahan penerbitan ketetapan pajak yang tidak dilakukan pembetulan, maka hakim dapat memutuskan bahwa atas ketetapan pajak tersebut dinyatakan batal atau tidak sah tanpa harus melakukan pemeriksaan dan pembuktian secara material.
Dan apabila Wajib Pajak mengetahui sedari awal penerbitan ketetapan pajak sampai dilakukan upaya hukum keberatan atau pengajuan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menghasilkan suatu keputusan tanpa membetulkan terlebih dahulu ketetapan pajaknya tersebut, maka Wajib Pajak dapat langsung mengajukan gugatan ke pengadilan pajak dan dapat diputuskan bahwa atas ketetapan pajak tersebut dinyatakan batal atau tidak sah.

3.       Pertimbangan hukum pengambilan kedua ketentuan hukum di atas adalah ketetapan pajak yang diterbitkan oleh fiskus merupakan produk hukum administrasi atau tata usaha negara berdasarkan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa :

Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.

4.       Ditambahkan pula bahwa sebagai produk hukum tata usaha negara dan tidak diaturnya ketentuan khusus dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka dasar pertimbangan hukum terkait masalah ini adalah Pasal 53 ayat (1) dan (2) huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menyatakan bahwa :

Ayat (1) :
Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.

Ayat (2)huruf b :
Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah antara lain Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Penjelasan Pasal (2) huruf b :
Y a n g dimaksud dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah meliputi asas:
- kepastian hukum;
- tertib penyelenggaraan negara;
- keterbukaan;
- proporsionalitas;
- profesionalitas;
- akuntabilitas,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Disinilah kaitannya Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan ketentuan di atas dimana ada faktor tugas pemerintahan yang baik yang disebutkan sebagai ’bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik’. Penulis lebih menekankan pada adanya asas profesionalitas dan akuntabilitas yang mengandung arti yakni asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sedangkan asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

5.       Berdasarkan hal tersebut dapat ditegaskan bahwa penerbitan suatu ketetapan pajak yang dilakukan oleh fiskus harus benar dengan dilandasi oleh asas-asas umum pemerintahan yang baik dan apabila aturan mengenai pembetulan ketetapan pajak tidak dimanfaatkan oleh fiskus maka akan memberikan konsekuensi bahwa ketetapan pajak itu dinyatakan batal atau tidak sah.

Tidak ada komentar: